Kegiatan kritik sastra lebih tua dari istilah kritik sastra.
Alasannya,
Xenophanes dan Heraditus (500 SM) mengecam keras pujangga besar Homerus yang gemar mengisahkan cerita-cerita tidak senonoh serta bohong tentang dewi-dewi.
Oleh Plato, peristiwa tersebut dinamakan Pertentangan purba antara puisi dan filsafat.
Aristophanes (450 SM) lewat karya Katak-Katak mengadakan kritik terhadap penyair Tragedi Euripides yang terlampau menjunjung tinggi nilai kesenian dan kurang memerhatikan nilai-nilai social yang justru dijunjung tinggi oleh penyair tragedi terdahulunya, Aeschylus.
Menurut Plato, ada tiga unsur dalam karya yang baik.
a. Memberi ajaran moral yang lebih tinggi,
b. Memberi kenikmatan,
c. Ketepatan dalam wujud pengungkapan.
Istilah kritik sastra berasal dari kata Krites (hakim), sebab kata benda itu berasal dari kata kerja Krinein (menghakimi), juga pangkal kata benda Kriterian (dasar menghakimi).
Kritik sastra (Wellek dan Warren) merupakan studi sastra yang langsung berhadapan dengan karya sastra, secara langsung membicarakan karya sastra dengan penekanan pada penilaian.
H.B. Jassin, pertimbangan baik buruknya karya sastra penerangan dan penghakiman karya sastra.
Tarigan, pengamatan yang teliti, perbandingan yang tepat serta pertimbangan yang adil terhadap baik buruknya kualitas, nilai kebenaran suatu karya sastra.
Hardjana, sebagai hasil usaha pembaca dalam mencari dan menemukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran sistematika yang dinyatakan dalam bentuk tertulis.
Kritikus harus benar-benar menaruh minat pada karya sastra, terlatih kepekaan citanya dan mendalami sastra, menilai tinggi pengalaman yang berhubungan dengan masalah kehidupan dan kemanusiaan lewat penghayatan kehidupan secara intensif, implementatif, maupun dengan membaca buku-buku yang berhubungan dengan masalah-masalah humanitas, dan lain-lain.
Graham Hough (dalam Pradopo), kritik sastra itu bukan hanya terbatas pada penyuntingan dan penetapan teks, intepretasi, dan pertimbangan nilai, melainkan meliputi masalah yang lebih luas tentang apakah kesusasteraan, untuk apa, dan bagaimana hubungannya dengan masalah-masalah kemanusiaan yang lain.
UNSUR YANG HARUS ADA DALAM MENDEFINISI PENGERTIAN KRITIK SASTRA.
1. Kritikus adalah orang yang memiliki kemampuan dalam menilai karya sastra secara objektif. Memberi penilaian terhadap karya sastra merupakan kegiatan yang sering ia lakukan. Oleh karena itu, kritikus selalu menjadi tempat untuk berkonsultasi atau menjadi bumerang bagi para sastrawan. Hasil kerjanya akan menjadi masukan bagi penulis dalam mengembangkan profesinya.
Pengkritik adalah orang yang melakukan penilaian baik buruknya karya sastra secara objektif. Penilaian terhadap karya sastra yang ia lakukan mungkin karena perintah atau tugas.
2. Karya sastra
Karya sastralah yang menjadi objek penilaian. Karya sastra yang bermutu merupakan penemuan (lain dari yang lain), merupakan ekpresi sastrawannya, pekat (kepadatan isi dan bentuk, bahasa, dan ekpresi), dan penafsiran kehidupan sebuah pembaharuan.
3. Objektif
Orang yang melakukan penilaian terhadap karya sastra harus bersifat objektif. Apabia dia gagal mempertahankan sifat objektifnya, maka hasil kritiknya akan berat sebelah. Ia akan memihak (menilai baik, memuji) kepada penulisnya apabila ia senang atau ada faktor lainnya, sebaliknya ia akan menilai jelek karya sastra yang dikajinya apabila ia kurang simpatikkepada penulisnya.
4. Hasil
Kemampuan kritikus atau pengkritik dapat diketahui setelah ia selesai mengerjakan tugasnya. Hasil merupakan bukti seorang kritikus atau pengkritik. Mereka dapat dikatakan baik terbukti dari pekerjaan yang telah mereka lakukan.
ILMU SASTRA
a. Teori sastra (bidang teori)
Penyelidikan yang berhubungan dengan, apakah sastra itu, apa hakikat sastra, dasar-dasar sastra, bermacam-macam gaya, teori komposisi sastra, jenis-jenis sastra, teori penilaian, dan lain-lain yang berhubungan dengan teori sastra.
b. Sejarah sastra
Bertugas menyusun perkembangan sastra dari mulai tumbuhnya suatu kesusasteraan, sejarah jenis sastra, sejarah perkembangan gaya-gaya sastra, sejarah perkembangan pikiran manusia dalam sastra.
c. Kritik sastra
Ilmu sastra yang berusaha menyelidiki sastra dengan cara langsung menganalisis, memberi pertimbangan baik buruknya karya sastra, bernilai seni atau tidak.
BAGAIMANAKAH HUBUNGAN TEORI SASTRA, SEJARAH SASTRA, DAN KRITIK SASTRA?
Menilai karya sastra diperlukan teori tentang penilaian sastra yang baik, syarat-syarat apakah yang harus dipenuhioleh suatu karya sastra supaya dapat bernilai sastradan sebaliknya sastra yang kurang bernilai sastra (ini termasuk dalam teori sastra),
Teori sastra juga memerlukan bantuan kritik sastra, misalnya untuk menyusun teori tentang gaya atau teknik cerita, teori sastra dapat mengambil dari hasil kritik terhadap karya sastra.
Untuk menyusun sejarah sastra diperlukan teori sastra, misalnya teori tentang sejarah sastra, teori tentang angkatan, misalnya bagaimana menggolongkan karya sastra ke dalam suatu periode atau menyusun periode sastra.
Teori sastra juga memerlukan sejarah sastra, misalnya untuk menyusun teori tentang angkatan, kita harus melihat penimbangan kesusasteraan.
Sejarah sastra juga memberi sumbangannya kepada kritik sastra. Untuk mengetahui ciptaan asli atau tidak, gaya/klise atau bukan. Sebaliknya, untuk menyusun sejarah sastra diperlukan kritik sastra. Karya sastra tidak dapat dimasukkan ke dalam sejarah sastra jika tidak bernilai sastra. Untuk menentukan bernilai atau tidaknya, diperlukan kritik sastra.
APAKAH KEGUNAAN KRITIK SASTRA
a. Ilmu sastra, kritikus dapat memberikan sumbangannya yang penting. Dalam penyusunan teori sastra perlu mengambil hasil yang dicapai kritik sastra.
b. Sastrawan, kritik sastra dapat berguna bagi para sastrawan. Sastrawan dapat melihat karya sastra yang bernilai baik dan kurang baik.
c. Pembaca, kritik sastra sangat membantu pembaca dalam memahami karya sastra.
\
APA KELEMAHAN ADANYA KRITIK SASTRA?
1. Kritik sastra yang hanya memfokuskan pada satu aspek akan mengurangi hasil kritikannya,
2. Karya sastra hanya menjadi objek penyelidikan, kehilangan rasa dan artinya,
3. Orang sering membaca hasil kritik sastra, akibatnya tidak membaca naskah aslinya,
4. Kritik sastra menyebabkan kita memandang karya sastra dengan kacamata kritikus dan pikiran kita dikuasai oleh kritikus.
TUGAS POKOK KRITIKUS SASTRA (SPINGARN, DALAM SHIPLEY, 1962)
1. Apakah yang hendak diekpresikan oleh sastrawan?
2. Berhasilkah dia mengekpresikan hal itu?
3. Apakah hal itu pantas diekpresikan?
TIGA ASPEK KRITIK SASTRA
1. Analisis
Penilaian terhadap karya sastra dilakukan untuk memahami sastra. Analisis merupakan satu di antara sarana penafsiran atau interpretasi
2. Interpretasi
Penafsiran terhadap karya sastra dengan memerhatikan aspek-aspek yang membangun karya sastra. Dalam arti sempitnya, penjelasan arti bahasa sastra dengan sarana analisis, parafrase, dan komentar, terutama pada ambiguitas/bahasa kias
3. Evaluasi/penilaian
Proses, cara, perbuatan menilai. Kedua aspek di atas termasuk ke dalam penilaian
Ketiga aktivitas kritik sastra tidak dapat dipisah-pisahkan dalam mengkritik karya sastra karena ketiganya saling erat hubungannya dan saling menentukan.
DUA CARA MENIKMATI DAN MEMAHAMI KARYA SASTRA
1. Barsatu dan berusaha menenggelamkan diri ke dalam karya sastra yang dianalisis. Kita harus dapat merasakan dan menikmati.
2. Menikmatinya secara sadar dengan memamfaatkan kaidah atau kriteria tertentu untuk menganalisis karya sastra, sehingga kita menilai secara objektif.
HARUS DIINGAT!
Sastra adalah karya seni yang menggunakan imajinasi pengarang
Ada struktur yang membangun sastra. Oleh karena itu, bersifat otonom
Ada nilai-nilai edukatif yang dapat diperoleh dalam sastra
Penilaian terhadap sastra hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mengetahui seluk beluk karya sastra. Ia harus mampu memamfaatkan berbagai pengetahuan tentang nilai dan seluk beluk karya sastra
Nilai sastra harus dapat dikembalikan kepada suatu prinsip, yaitu kemanusiaan. Sebab tidak ada seni untuk seni saja atau tidak ada ilmu untuk ilmu saja
PENDEKATAN KRITIK SASTRA
1. Mimetik
Memandang karya sastra sebagai tiruan atau pembayangan dunia kehidupan.
Plato: seni hanyalah tiruan alam yang nilainya jauh di bawah kenyataan dan ide
Aristoteles: tiruan itu justru membedakannya dari segala sesuatu yang nyata dan umum karena seni merupakan aktivitas manusia.
2. Pragmatik
Memandang makna karya sastra ditentukan oleh pembaca. Karya sastra dipandang sebagai karya seni yang berhasil apabila bermamfaat bagi pembacanya, seperti menyenangkan, memberi kenikmatan, dan mendidik.
3. Ekpresif
Memandang karya sastra sebagai pernyataan dunia batin pengarang yang bersangkutan. Segala gagasan, cita rasa, emosi, dan angan-angan merupakan dunia dalam pengarang. Maka, sastra merupakan dunia luar yang bersesuaian dengan dunia dalam itu. Dengan pendekatan ini, penilaian tertuju pada emosi atau jiwa pengarang, sehingga sastra merupakan sarana untuk memahami jiwa pengarang.
4. Objektif
Memandang sastra sebagai dunia otonom yang dapat dilepaskan siapa pengarang dan lingkungan social budaya zamannya, sehingga sastra dapat di analisis berdasarkan strukturnya sendiri.
JENIS KRITIK SASTRA
Berdasarkan bentuk:
a) Kritik sastra
Teoritis atau teori kritik, prinsip-prinsip kritik sebagai dasar pengkritikan karya sastra.
b) Kritik terapan
Berupa penerapan teori atau prinsip kritik sastra pada karya sastra.
Berdasarkan metode:
a) Kritik induktif
Kritik sastra yang menguraikan bagian-bagian atau unsure-unsur karya sastra berdasarkan fenomena-fenomenanya yang ada secara objektif.
b) Kritik yudisial
Kritik sastra yang berusaha menganalisis dan menerangkan aspek-aspek kaarya sastra berdasarkan pokoknya, organisasinya, dan teknik dan gaya. Kritik ini berdasarkan pertimbangan individual kritikus atas dasar standar umum tentang kehebatan karya sastra.
c) Kritik impresionistik
Kritik sastra yang berusaha dengan kata-kata mendapatkan sifat-sifat yang berasal dalam karya sastra dan mengekpresikan tanggapan-tanggapan kritikus yang ditimbulkan secara langsung oleh karya sastra tersebut. Kritik ini kadang bersifat subjektif.
Berdasarkan tipe:
a) Kritik mimetic
b) Kritik pragmatic
c) Kritik ekpresif
d) Kritik objektif